CATATAN GURU EDAN

Rabu, 08 Februari 2012

Catatan Guru Edan #26: Diskriminasi yang (Masih) Terjadi




Jikalau kita ingin membeli suatu barang dimana pun dan kapan pun, pastilah kita akan mengecek fisik dan kualitas barang tersedbut. Apakah fisik kualitas barangnya (KW) I atau II bahkan III (naha jadi kayak forum jual beli, euy:P). setelah fisiknya sudah kita ketahui maka yang selanjutnya kita harus cek adalah harga barang tersebut, apakah layak dan sebanding dengan fisiknya, atau malah melenceng jauh dari gawang,eh salah dari perkiraan(dah kaya tendangan penalty yang gagal ajah, hehe). Yah tapi itulah metode lazimnya membeli sebuah barang di negeri yang kita tempati ini, penuh dengan prasyarat untuk memilih ketika mengeluarkan uang (secara kalo masalah uang mah, orang Indonesia getol dengan semboyan ini, friends are number one, families are the everything, but money are still money.wkwkwk). malah kalau bisa membeli sesuatu tuh harus yang kualitasnya numero uno tapi harganya gak neko-neko (maksudnya murah), hari gene nyari yang kayak gitu, dimana, bung?????.

Metode pilah-pilih seperti itu memang ada gunanya juga di zaman seperti sekarang yang serba sulit dan kita tidak pungkiri , kita pun secara sadar atau tidak sadar melakukannya. Namun bila hal tersebut diterapkan di dunia pendidikan hasil atau dampaknya pun akan beda dengan intro di atas, bisa jadi mungkin cendering negatif. Yang dimaksud pilah-pilih (baca: diskriminasi) dalam dunia pendidikan adalah ketika seorang guru atau pengajar membedakan perlakuan dan layanan oleh dirinya kepada siswa. Contoh ketika misalkan si A diberi pelayanan yang ekstra oleh seorang guru melebihi dari siswa lainya entah karena siswa yang dimaksud itu ganteng/cantik ataupun pintar, lalu sang siswa pun mendapatkan bimbingan di luar kelas secara terus-menerus, dibantu untuk mengerjakan PR, tugas dan ulangan, serta kalau gak dapat angkot lalu sang guru mengantar pulang ke rumah siswa (ini guru apa tukang ojek:P).

Hal-hal tersebut bakal mejadi batu sandungan seorang guru atau pengajar untuk nantinya menjadi guru yang digugu dan ditiru (diteladani) oleh siswa, kenapa karena ketika kita sebagai seorang pengajar melakukan hal tersebut, maka yang paling gampang didapat adalah kita di mata siswa-siswa yang lain sudah dilabeli sebagai guru yang tidak professional karena hanya melayani dan memberikan pengajaran kepada yang itu-itu saja.bukan maksud untuk menjadi seseorang yang naïf  cuma ketika kita misalkan telah terlanjur melakukan hal tersebut ada baiknya kita menginstropeksi diri kita sendiri (penulis juga termasuk di dalamnya). Supaya hal diskriminasi tersebut tidak terjadi maka kita harus lihat beberapa poin cir-ciri menjadi yang guru professional menurut Davis Thomas (1997) yaitu:
  1. Memiliki hubungan baik dengan siswa
  2. Mampu menerima, mengakui dan memperhatikan siswa secara tulus.
Dua poin inilah yang menjadi pegangan kita untuk tidak melakukan diskriminasi kepada siswa, apabila hal tersebut diabaikan maka siap-siaplah menjadi guru berlabel “pilah-pilih” (Nauzubillahi minzalik).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar